Home Tutorial Hunwick?Profix
Tulis Dari Hati, Baru Dapat Menyentuh Hati

Wednesday, November 6, 2024

Kuat

Telah kusinggahi kesedihan, lalu tenggelam dalam ruam sakit yang menghuni raga. 
Aku temukan sosok diriku yang sedang meringkuk, entah apa yang dipeluk.
Aku merasa sebuah raga remuk yang di hatinya terdapat luka tusuk.

Padahal matanya berpinar hanya kerana diberi harapan, namun hatinya dipenuhi memar, hanya kerana sekali lagi memilih untuk percaya dan bertahan. Sungguh, lukanya melebar, sehingga kuat menjadi akar.

Ada yang mati, bukan jiwa tapi rasa. 
Ada yang ingin menyerah, bukan rasa tapi harapan.
Ada yang terlalu tinggi, bukan impian tapi ego.
Ada yang terasa dingin, bukan cuaca tapi sikap. 
Ada yang buta, bukan mata tapi hatinya. 

Bagaimana jika selama ini kita tersalah jalan? Bagaimana jika selama ini kita terlalu jauh melangkah tapi tidak pernah sampai ke tujuan? Bagaimana rasanya kita terbang bagai burung tapi tidak ada tempat untuk singgah? Selama ini yang kita dapat hanya rasa lelah, kecewa, sakit dan gelisah? 
Ya, mungkin kerana kita lupa arah dan tujuan kita yang sebenarnya. 

Mungkin selama ini bukan cinta Allah yang kita cari tapi cinta manusia. Bukan penilaian dari Allah yang ingin kita raih tapi kita sibuk mencari penilaian manusia terhadap kita. Bukan redanya Allah yang kita harapkan tapi redanya manusia. Akhirnya yang kita hasilkan cuma perkara yang semakin membuat kita lemah, hilang rasa syukur dan cukup.

Kita terlalu sibuk mencari validasi-validasi dari manusia yang membuat kita jauh hilang arah. 



Untuk diriku jangan jauh-jauh ya dari Allah, satu-satunya yang tidak akan pernah meninggalkanmu walaupun kamu salah jalan, banyak dosa, banyak khilaf dan tersesat. Allah tidak pernah sedetik pun meninggalkanmu. Jangan jauh-jauh dari-Nya ya.

"... serta ingatlah akan Allah banyak-banyak (dalam segala keadaan), supaya kamu 
berjaya (di dunia dan di akhirat)."
- Al-Jumu'ah : 10 -

Selama ini aku sering tersenyum. Berpura-pura baik-baik saja. Tapi ternyata aku semakin lelah dengan dunia dan segala drama dalam isinya. Aku sering menipu diri sendiri, katanya kuat menjalani tapi setengah mati berdiri di kaki sendiri. 

Sudah dewasa ini, apalagi yang dinanti? Boleh jadi akhir hidup yang mendului menemui. 
Tapi apakah aku selama ini hanya mencari validasi? Apakah benar ini yang aku cari? 
Bagaimana aku boleh menjadi diri sendiri jika selama ini aku cuma menipu diri?

Titik tertinggi bagi seorang lelaki dalam mencintai adalah saat dia memilih untuk mengundurkan diri dalam diam, menyerah tanpa banyak soalan.

Saat dia menyedari bahawa ada atau tanpa dirinya adalah sama sahaja.
Saat rasa cintanya telah dikalahkan oleh rasa lelahnya dalam berjuang.
Saat rasa kecewa yang terus menerus datang kerana kehadirannya tidak pernah dihargai.

Dan dia pergi bukan kerana dia ingin, tapi kerana dia sedar bahawa tidak ada lagi alasan untuk bertahan.

Sekarang aku sudah tidak peduli, bagaimana orang ingin menilai baik atau buruk hidupku ini. Yang pasti aku ingin menjalani hidup dengan damai dan tenang. 
Aku tidak ingin lagi menipu diri sendiri, kalau lelah aku bilang lelah, kalau sakit bilang sakit, kalau tidak suka, marah, kalau kecewa, kalau suka, aku akan bilang pada diri. Kamu jangan menipu diri lagi ya, kalau mau menangis ya menangis saja, tapi jangan lupa kembali bangkit ya.

Bahkan aku sudah tidak tahu lagi mengenai perasaan ini karena terbiasa tak berjumpa denganmu. Mungkin, sudah saatnya aku terlihat biasa-biasa; tanpa merasa apa pun terhadapmu.

Allah tahu lelahmu, dia tahu kata-kata kasar yang mematahkan hatimu sedang kamu tidak menceritakannya kepada siapapun. Allah tahu kesedihanmu, ketika kamu melepaskan orang-orang yang kamu inginkan terus bersamamu. Allah tahu dukungan-dukungan yang hilang dari orang-orang yang kau pikir mereka sumber kekuatanmu.

Allah tahu tentang semua mimpimu yang tiba-tiba hancur tanpa alasan. Dia tahu tentang hal-hal yang memeras habis segala tenaga dan fikiranmu ketika segalanya berakhir dengan menyedihkan, tidak seperti yang kamu harapkan. Allah tahu usahamu yang terus-menerus bersikap baik kepada sesama manusia tanpa balasan balik.

Allah tahu ketabahan dan kebetahanmu di hadapan mereka, sementara hatimu diam-diam hancur di dalam. Dia tahu kekecewaanmu kepada mereka yang tidak pandai menghargai. Allah tahu usaha dan pencapaianmu yang tidak hebat di mata orang lain. Allah tahu betapa banyak situasi menghentam dan mengalahkanmu.

Dia tahu betapa sulitnya kamu berpura-pura baik-baik saja.




Setiap hari aku selalu berusaha untuk menjadi sosok yang tenang dan tidak banyak bersuara, namun tetap sahaja isi hati dan fikiran ini penuh dan berantakan.

Ada kalanya aku ingin menghindari sebentar dari segala jua situasi, namun tentu saja tidak mungkin dan pada akhirnya akan tetap aku jalani semua ini lagi dan lagi.

Entah sudah berapa kali rasanya aku ingin menyerah, namun bisikan dalam hati menyuruhku untuk cuba bertahan sekali lagi saja.

Masih lagi aku mencari sisa-sisa semangat, untuk menopang hati yang dihempas badai, menunggu rebah.

Terkadang aku juga masih bertarung dengan rasa takut, yang mungkin bagi sebahagian orang itu biasa-biasa saja.  Namun bagiku itu adalah masalah besar. 

Sesekali aku ingin tertidur tanpa perlu memikirkan apapun, aku ingin merasakan damai dan tenang walaupun hanya sesaat.

Namun untuk saat ini sepertinya semesta masih belum merestui aku untuk beristirehat. 

Maka aku akan tetap berusaha untuk kuat, kuat dan kembali kuat.

Sunday, August 11, 2024

Tikam

Yang dulu sangat kita rindukan hampir disetiap detik, kini menjadi sesuatu yang sangat ingin kita lupakan disetiap detik.


Aku mencintainya terlalu dalam, hingga lupa caranya untuk melupakan.
Dia bukanlah siapa-siapa, hanya seorang teman yang singgah sebagai pelarian.

Barangkali perpisahan memang seluka itu.

Berdarah. Meski tidak merah.
Nyeri, meski hanya mimpi.

Sudahlah.

Dulu, kita begitu yakin bahawa jarak adalah sesuatu yang dapat kita dekatkan dengan cinta yang utuh.
Bahawa mencintaimu itu adalah suatu perjalanan yang tanpa lelah, dan ke sanalah aku menentukan langkah-langkah kaki.
Tetapi, aku salah. Ternyata hanya aku seorang diri yang terus berjuang melipat jarak agak semakin mendekat, sedang kau hanya membeku. Seakan jarak kini menjadi baris-baris batas yang menjadi penghalang.

Perbezaan itu telah mencipta jurang dan menambah lipatan jarak yang terbentang di hadapan kita.
Seakan kini tanganku begitu enggan merengkuhmu.
Seakan segala bahagia yang kita susun bersama perlahan memudar.

Aku terduduk di tepian pantai menunggu senja tiba, berharap kamu masih ada di sampingku menemani.
Nyatanya, kini hanya aku seorang mendengar bisikan ombak yang menelan segala sepi.

Andaikan segalanya sudah berakhir.
Namun aku masih tidak tahu menahu bagaimana caranya untuk pergi.
Sedangkan kau selalu menemukan cara untuk memastikan perpisahan.
Kita berdiri di persimpangan jalan tanpa mengucapkan satu kata pun.
Kamu melangkah menuju pelukan jarak, dan aku mematung seorang diri berharap ini hanya sebuah ilusi.

   


Ada yang terasa lelah, bukan badan tapi pikiran.
Ada yang terasa lelah, bukan raga tapi jiwa.

Selamat malam. Untukmu yang lelah mengejar dunia.
Bertatih agar tetap dapat melangkah. Tetapi dunia ini lagi-lagi membuatmu payah.
Ceritanya berubah-ubah. Penuh dengan kejutan yang tak dapat kau duga.
Bahkan rencana yang telah kau rancang dengan matang, tak jarang berselerak di tengah jalan.

Kau ingin berteriak bukan?
Ingin memaki hidup yang tidak kau ingini.
Tak mengapa. Kau marah. Kau kesal. Kau kecewa.
Tak mengapa.

Entah kenapa aku rasa seperti dibebani dengan derita yang dulu. Perasaan yang telah lama terhapus.
Yang dulu kau tidak peduli. Dan sekarang kenapa kau tagih? Aku tidak berminat.

Aku tidak berminat dengan permainan kau. Sekejap mahu, sekejap tidak.
Dan semakin hari kau pertikaikan, kenapa aku berubah hati.
Sedang jawapan itu kita berdua yang melaluinya bersama.

Kau sibuk dengan hal kau, aku sibuk dengan hal aku.
Sampai satu tahap, aku tidak berminat untuk mesej kau.
Kau tanya aku kenapa? Aku letih. Kerana setiap kali kita bermesej, setiap kali itu juga aku rasa kita berdua seperti menyorok rasa ketidakpuasan hati antara satu sama lain.

Jujur itu apa? Bila kita berdua sudah tidak lagi menyimpan rahsia antara satu sama lain. Tapi kita masih menyembunyikannya demi menjaga hati masing-masing.
Tapi sedarkah kita, semakin lama semakin teruk. Ketidakpuasan hati yang semakin membesar sehingga akhirnya mencetuskan pergaduhan.

Dan kau tanya aku kenapa aku tawar hati? Sebab setelah banyak kali aku mencuba, kau tetap tidak mempedulikannya. Kau tetap acuh tak acuh. Dan kau harap aku fikir engkau serius?
Tidak. Aku tidak ada masa untuk benda yang remeh temeh. 



"Dia menusukkan pisau kepadamu, tapi kamu yang meminta maaf kerena darahmu mengenai kakinya. Terkesan tidak adil. Tapi inilah hidup."

- Terasahampa_ -

Aku silap untuk kesekian kalinya. Jika aku fikir bahawa sahabat baik akan terus jadi baik bilamana kita menyayanginya lebih dari itu, ia adalah mustahil. 

Kerana adakalanya manusia berubah. Sama macam aku.

Lekaslah pergi, lekasnya enyah. Jangan datang lagi ya.
Aku sudah teramat membaik dan menyedari bahawa hadirmu telah banyak kali melukaiku.

Cukup. Jangan datang lagi. Aku sudah cukup terbeban dengan rasa ini.
Rasa bersalah dengan perbuatan aku. Walaupun aku sendiri tidak pasti dengan salah aku.

Pergilah. Pergilah kasih. Kejarlah selingkuhanmu.

Aku masih lagi seperti dulu. Bersuara tentang apa pun. Berkongsi tentang apa pun.
Tapi apa yang berlaku sekarang? Tentang aku?
Aku tak perlu kata maaf darimu. Aku cuma perlu kamu.

Aku disini yang memanggil kamu beberapa kali.
Aku disini yang meminta tolong kamu beberapa kali.
Aku yang sedang tenggelam dalam darah sendiri. Yang meronta menghulur tangan.

Sedang kau? Menari-nari dan menghunus pisau, menghantar tikaman demi tikaman.

Kau tidak hanya merobeknya, malah kau mengilingnya hingga menjadi debu, dimana bahkan angin pun mampu menghembusnya lalu hilang entah kemana.

Meski lukanya terlihat memudar, tapi ketahuilah bahawa luka itu takkan pernah hilang.

Aku akan berkelana jauh sehingga aku tidak akan dapat kau temui.

Lekaslah sembuh, duhai rapuh.

Hati manusia hanya tuhan yang menggenggamnya, tidak ada yang boleh mengubahnya kecuali dia.

Meski kita sudah bermati-matian berusaha meluluhkan hati seseorang namun jika dia tidak berkehendak maka tidak akan boleh luluh.

Satu-satunya jalan, mari merayu. Merayu, meminta pada sang pemilik hati.



Kali ini aku kembali mengalah dengan jarak. Membuat jarak yang membelah benua memisahkan.

Melihat jauh ke dalam diri ini, ternyata ada tersembunyi kesedihan yang tak pernah reda.
Diri ini bertarung kalah dan mati berkali-kali seorang diri.

Aku sedayanya mengusahakan diri agar terlihat baik-baik saja dihadapanmu, dihadapan orang-orang, dihadapan keluargaku.

Aku tak mampu duhai tuhan, tapi engkau lebih dari mampu. Maka tunjukkanlah aku jalan. Bawa pergi segala resah gelisah, tuntun aku sehingga segalanya reda.

"Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan manusia tertawa dan menangis." - An-Najm: 43

Tuhan memberikan rasa sakit ini, bukanlah untuk membuat aku mati, tapi untuk aku mampu bertahan hidup. Bukan untuk menyulitkan aku, tapi untuk meyelamatkan aku.

Ya, tuhan yang menjaga kita dari setiap satu kehilangan.

Aku sudah boleh tutup bukunya kan?

Labels

Perasaanku (19) Sayang (13) Ujian (12) Semangat (6) Ukhuwah (5) Cerpen (1) Suka (1) Yasmin J Hunwick (1)