Home Tutorial Hunwick?Profix
Tulis Dari Hati, Baru Dapat Menyentuh Hati

Sunday, December 15, 2024

Langit


Rembulan terdiam diantara awan bercahaya, terseok-seok terhenti di siluet dedaunan.
Awan putih bergerumbul kelabu, titis-titis air jatuh bersama harapan.

Kita bagaikan sepasang pengantin yang duduk berdua menikmati syahdunya malam.

Mendekap erat jemariku yang hadir di antara jemarimu yang mungil, menari-nari di bawah hujan rintik tanpa takut kedinginan, kerana dirimu ialah muara peluk yang aku tuju.

Bersama hangatnya tubuh kita berdua yang menyatu di rebahanmu, di gelapmu, di setiap lekuk bumi yang tidak terlepas dari jamahanmu, tak sejengkal pun luput dari cumbumu, tak kurang jangkauan usapmu.

Untukmu yang membuatku berfikir, masih adakah di benakmu sedikit ruang kosong tempatmu sekadar menggelar ingatan kisah-kisah yang dulu pernah menjadi istimewa sebelum ada kata kecewa?

Apakah perasaanmu itu masih terlalu ke selatan. Hingga untuk mengutarakannya kau kesulitan? 
Atau mungkin terlalu ke timur, hingga tak mampu kau ibaratkan?

Subuh melabuh langit rendang menyusun awan dan mega. Hening menebar ketenangan jiwa, membias pada rasa yang menyetubuh di seluruh tubuh.

Titisan embun berjajar seperti kristal jernih, rapi memeluk tubuh daun-daun menambah keheningan di ruang imaginasi tempat anganku mengingatimu.

Aku tak ingin rasa ingin memiliki ini muncul kembali. Rasanya sudah cukup untuk kembali merasa kecewa dan sakit hati. Aku tak ingin lagi mati kerana sebuah harapan.




Tidak ada yang pernah benar-benar tahu, orang lain memandangku dengan begitu penuh dan sungguh pun tidak akan pernah tahu, bahawa dalam sudut kecil hatiku masih menyimpan secuit ingatan tentangmu, senyummu, tawamu, kerdipan matamu, semuanya tentang kamu.

Apabila orang lain pun mengerti, mungkin dia hanya akan menghakimi, bahawa memang nyatanya kau pun tak mampu aku miliki. Bahawa faktanya kau tak akan mampu aku genggam lagi.

Namun biarlah, biar kupendam semua ini sendirian sahaja. Meski kegelisahan dan kesenduan hatiku ini tidak terhingga, tak mengapa. Asal kau tetap abadi dalam semestaku selamanya.

Pagi itu, aku bercerita tentang banyak hal. Tentang kamu, tentang kita, dan tentang semua hal yang membuat aku harus bertemu lagi dengan luka. Pagi itu, entah dia mendengar percakapan itu atau tidak.

"Jika aku berbicara tentang luka yang aku punya, mungkin tidak seberapa. Tapi luka tetap luka, kan?"

Setelah mendengar, kamu cuma terdiam.
Aku hanya menunduk, "Aku baik-baik saja." lanjutku di antara keheningan.

Kadang, semakin bersuara dengan lantang, semakin tak terdengar pula di telinga.
Seperti hanyut disapu oleh sang bayu.
Yang tersisa hanya sayup-sayup suara tanpa tahu apa yang ingin disampaikan.



Dan dari setiap bekas luka yang tidak memudar, ku bawa kau bersamanya.
Walau sejauh manapun kamu pergi, birat dan parut ini adalah bukti luka-luka yang kau tinggalkan.
Meski memar dan relai hati ini tidak mampu terlihat oleh mata kasar.

Apakah dapat kau lihat dan meneka, dari tawanya yang semerekah itu, sedahsyat apakah sebuah kejadian yang telah memporak-perandakannya?

Nyatanya dihadapanmu aku sebisu batu, diam tak bisa lantang berbicara. Tentang rindu. Tentang sayang. Ada apa denganku? Begitu trauma lalu hilang kepercayaan atau engkau yang sialan?

Malam kembali terdiam, langit semakin kelam, gembintang meringkuk di peraduan.
Kunang-kunang beterbangan lalu hinggap di ranting-ranting kecil.
Kerlipnya menyerupai bintang jatuh menghampiri aku yang kelimpungan sendirian.

Aku menemukan diriku yang meranggas.
Bagaikan pepohonan yang merelakan dedaunannya gugur untuk menjemput musim dingin yang paling muram.

Rasanya memang sudah semestinya kita kembali menjadi asing, tapi ku harap kali ini, kita akan melakukanya dengan benar. Semoga selepas ini takdir tidak akan pernah mempertemukan kita selamanya.

Aku penat. Aku ingin kembali pada diriku yang dulu.
Sebelum hadirnya kamu.

Wednesday, November 6, 2024

Kuat

Telah kusinggahi kesedihan, lalu tenggelam dalam ruam sakit yang menghuni raga. 
Aku temukan sosok diriku yang sedang meringkuk, entah apa yang dipeluk.
Aku merasa sebuah raga remuk yang di hatinya terdapat luka tusuk.

Padahal matanya berpinar hanya kerana diberi harapan, namun hatinya dipenuhi memar, hanya kerana sekali lagi memilih untuk percaya dan bertahan. Sungguh, lukanya melebar, sehingga kuat menjadi akar.

Ada yang mati, bukan jiwa tapi rasa. 
Ada yang ingin menyerah, bukan rasa tapi harapan.
Ada yang terlalu tinggi, bukan impian tapi ego.
Ada yang terasa dingin, bukan cuaca tapi sikap. 
Ada yang buta, bukan mata tapi hatinya. 

Bagaimana jika selama ini kita tersalah jalan? Bagaimana jika selama ini kita terlalu jauh melangkah tapi tidak pernah sampai ke tujuan? Bagaimana rasanya kita terbang bagai burung tapi tidak ada tempat untuk singgah? Selama ini yang kita dapat hanya rasa lelah, kecewa, sakit dan gelisah? 
Ya, mungkin kerana kita lupa arah dan tujuan kita yang sebenarnya. 

Mungkin selama ini bukan cinta Allah yang kita cari tapi cinta manusia. Bukan penilaian dari Allah yang ingin kita raih tapi kita sibuk mencari penilaian manusia terhadap kita. Bukan redanya Allah yang kita harapkan tapi redanya manusia. Akhirnya yang kita hasilkan cuma perkara yang semakin membuat kita lemah, hilang rasa syukur dan cukup.

Kita terlalu sibuk mencari validasi-validasi dari manusia yang membuat kita jauh hilang arah. 



Untuk diriku jangan jauh-jauh ya dari Allah, satu-satunya yang tidak akan pernah meninggalkanmu walaupun kamu salah jalan, banyak dosa, banyak khilaf dan tersesat. Allah tidak pernah sedetik pun meninggalkanmu. Jangan jauh-jauh dari-Nya ya.

"... serta ingatlah akan Allah banyak-banyak (dalam segala keadaan), supaya kamu 
berjaya (di dunia dan di akhirat)."
- Al-Jumu'ah : 10 -

Selama ini aku sering tersenyum. Berpura-pura baik-baik saja. Tapi ternyata aku semakin lelah dengan dunia dan segala drama dalam isinya. Aku sering menipu diri sendiri, katanya kuat menjalani tapi setengah mati berdiri di kaki sendiri. 

Sudah dewasa ini, apalagi yang dinanti? Boleh jadi akhir hidup yang mendului menemui. 
Tapi apakah aku selama ini hanya mencari validasi? Apakah benar ini yang aku cari? 
Bagaimana aku boleh menjadi diri sendiri jika selama ini aku cuma menipu diri?

Titik tertinggi bagi seorang lelaki dalam mencintai adalah saat dia memilih untuk mengundurkan diri dalam diam, menyerah tanpa banyak soalan.

Saat dia menyedari bahawa ada atau tanpa dirinya adalah sama sahaja.
Saat rasa cintanya telah dikalahkan oleh rasa lelahnya dalam berjuang.
Saat rasa kecewa yang terus menerus datang kerana kehadirannya tidak pernah dihargai.

Dan dia pergi bukan kerana dia ingin, tapi kerana dia sedar bahawa tidak ada lagi alasan untuk bertahan.

Sekarang aku sudah tidak peduli, bagaimana orang ingin menilai baik atau buruk hidupku ini. Yang pasti aku ingin menjalani hidup dengan damai dan tenang. 
Aku tidak ingin lagi menipu diri sendiri, kalau lelah aku bilang lelah, kalau sakit bilang sakit, kalau tidak suka, marah, kalau kecewa, kalau suka, aku akan bilang pada diri. Kamu jangan menipu diri lagi ya, kalau mau menangis ya menangis saja, tapi jangan lupa kembali bangkit ya.

Bahkan aku sudah tidak tahu lagi mengenai perasaan ini karena terbiasa tak berjumpa denganmu. Mungkin, sudah saatnya aku terlihat biasa-biasa; tanpa merasa apa pun terhadapmu.

Allah tahu lelahmu, dia tahu kata-kata kasar yang mematahkan hatimu sedang kamu tidak menceritakannya kepada siapapun. Allah tahu kesedihanmu, ketika kamu melepaskan orang-orang yang kamu inginkan terus bersamamu. Allah tahu dukungan-dukungan yang hilang dari orang-orang yang kau pikir mereka sumber kekuatanmu.

Allah tahu tentang semua mimpimu yang tiba-tiba hancur tanpa alasan. Dia tahu tentang hal-hal yang memeras habis segala tenaga dan fikiranmu ketika segalanya berakhir dengan menyedihkan, tidak seperti yang kamu harapkan. Allah tahu usahamu yang terus-menerus bersikap baik kepada sesama manusia tanpa balasan balik.

Allah tahu ketabahan dan kebetahanmu di hadapan mereka, sementara hatimu diam-diam hancur di dalam. Dia tahu kekecewaanmu kepada mereka yang tidak pandai menghargai. Allah tahu usaha dan pencapaianmu yang tidak hebat di mata orang lain. Allah tahu betapa banyak situasi menghentam dan mengalahkanmu.

Dia tahu betapa sulitnya kamu berpura-pura baik-baik saja.




Setiap hari aku selalu berusaha untuk menjadi sosok yang tenang dan tidak banyak bersuara, namun tetap sahaja isi hati dan fikiran ini penuh dan berantakan.

Ada kalanya aku ingin menghindari sebentar dari segala jua situasi, namun tentu saja tidak mungkin dan pada akhirnya akan tetap aku jalani semua ini lagi dan lagi.

Entah sudah berapa kali rasanya aku ingin menyerah, namun bisikan dalam hati menyuruhku untuk cuba bertahan sekali lagi saja.

Masih lagi aku mencari sisa-sisa semangat, untuk menopang hati yang dihempas badai, menunggu rebah.

Terkadang aku juga masih bertarung dengan rasa takut, yang mungkin bagi sebahagian orang itu biasa-biasa saja.  Namun bagiku itu adalah masalah besar. 

Sesekali aku ingin tertidur tanpa perlu memikirkan apapun, aku ingin merasakan damai dan tenang walaupun hanya sesaat.

Namun untuk saat ini sepertinya semesta masih belum merestui aku untuk beristirehat. 

Maka aku akan tetap berusaha untuk kuat, kuat dan kembali kuat.

Labels

Perasaanku (19) Sayang (13) Ujian (12) Semangat (6) Ukhuwah (5) Cerpen (1) Suka (1) Yasmin J Hunwick (1)