"sometimes aku rasa aku minta relationship ni terlalu awal, sedangkan aku tak ready pun"
Aku cuma mengangkat kening. Serasa seperti diperlakukan seperti sampah.
Setelah apa yang telah aku perjuangkan selama ini. Setelah apa yang telah aku angankan.
Tak lama lepas dengar ungkapan itu, aku melihat dia sudah bersama insan yang baru.
Ya, banyak kali aku ulang.
Masalah ini, antara kita dengan masalah itu. Bukannya aku dengan kau.
Kita gaduh, kita perbaiki, kita setia selamanya.
Namun impian itu sekadar impian. Angan-angan juga terbang ditiup angin.
Mana mungkin aku mampu menandingi si dia yang usianya lebih satu dekad dariku. Sudah pasti dia punyai lebih banyak pengalaman. Sudah pasti apa yang dia buat terasa seperti sang juara. Sedang aku masih bertatih untuk menyayangi sang pujaan hati.
Katakan kamu tidak mencintaiku, lalu aku akan pergi selamanya.
Tetapi, kata demi kata tak jua menderas dari bibirmu.
Kau tetap membiarkanku tenggelam dalam kesunyian.
Keterdiamanmu menjadi titik di mana aku mulai mempersoalkan segala.
Atas keraguan yang mulai berdetak di dalam dada.
Ah, tak mengapa.
Yang penting, dia adalah insan pertama yang istimewa buat aku.
Dia lah wanita pertamaku, meski aku ragu adakah aku lelaki pertamanya.
Walau sudah kugadai semuanya, tak dapat juga aku pertahankan.
Sayang sekali dia tidak dapat jadi yang pertama dan terakhir.
Tak akan aku lupa bisikan halus yang kau ungkapkan di telingaku.
Takkan ku lupa hembusan nafas mu yang menyentuh leherku.
Takkan ku lupa hirisan halus jari jemarimu yang menyentuh kulitku.
Takkan ku lupa elus lembut rambutmu.
Akan ku kenang segala yang pernah kita lakukan bersama.
Meski hanya kita berdua yang mengerti. Meski hanya kita berdua yang mengetahui.
Namun semuanya tidak akan ku bawa ke masa hadapan. Cukup cerita itu sekadar sampai situ.
Cukup.
Akhirnya waktu itu datang juga. Waktu di mana aku harus perlahan-lahan menghapus harapan untuk tidak bersama lagi dengan orang yang selama ini selalu ada.
Selamat menjadi orang asing.
Tidak mengapa, pergilah jika itu kebahagiaanmu, tapi tolong berhenti membandingkan diriku dengan dirinya.
Perbezaannya cukup terlihat untukku dan mungkin dirimu akan menyadarinya nanti.
Aku bertemu dengan dirimu ketika dirimu sedang di fasa hancur, di fasa mana engkau bahkan tidak merawat dirimu dengan baik, fasa dimana engkau kehilangan banyak hal, dan aku menemanimu hingga akhir. Sedang aku juga di fasa yang tidak membaik.
Dan dia menemukanmu di saat kau berada di fasa membaik. Dan dengan mudahnya dirimu berkata "mari bertemu ketika kita di kondisi terbaik kita."
Aku ingin kau bahagia, aku ingin kau menemukan seseorang, seseorang yang memberikan semua hal yang tak pernah bisa aku berikan kepada engkau, aku ingin kau menemukan tujuan hidupmu kedepannya.
Sial, aku hanya seorang pejuang.
Aku lupa, ketika perang selesai pejuang hanya untuk dikenang.