Aku suka jarak kita yang seperti ini. Tidak begitu dekat, cenderung jauh. Tidak banyak kesempatan bertemu, tidak banyak juga kesempatan untuk berbicara asyik menghimpun rindu.
Tapi, hati mana yang mencintai tanpa rasa khuatir? Apalagi bagi mereka yang mencintai namun bersembunyi. Diam-diam memperhatikan, diam-diam berharap, diam-diam meminta.
Jarak ini cenderung jauh, lalu bagaimana cara kita bertemu?
Jarak ini cenderung jauh, lalu pada kesempatan mana kita bercengkerama lalu saling merasa bahawa apakah dia orangnya?
Jarak ini begitu jauh, lalu bagaimana mungkin kita akan merasa saling, sedang aku hanyalah manusia yang takut untuk memperlihatkan inginku? Kerana mencintai dalam diam saja sudah membuatku merasa susah untuk menutupinya.
Bagi seseorang yang mencintaimu ini meski khuatir, bukankah alam sudah menjawabnya dari kisah-kisah orang lain. Bahawa jarak tidak menjadi penghalang bagi mereka yang sudah dikehendaki untuk bersatu.
Seberapapun jauhnya, ketidakmungkinan hanya sebatas manusia dan bukannya Tuhan.
Bertemu denganmu adalah teka-teki yang tak berani untuk aku jawab dengan pengetahuanku yang sedikit dan terbatas. Aku menikmati waktu-waktu untuk sampai pada jawapan itu meski sungguh semua ini tidak singkat dan amat berisiko.
Beberapa kali sikap baikmulah yang membuat aku bertahan dalam menunggu dan berharap. Entahlah, semua ini sepertinya tidak baik tapi terkadang aku melakukannya pun tanpa sedar.
Berapa kali pertemuan yang harus aku hindari agar kita sama-sama lupa? Bagaimana seharusnya aku bersikap agar perasaan kita bisa hilang terhadap satu sama lain? Atau harus berapa kerap aku berdoa agar jawabannya lekas jelas juga?
Atau bisa jadi, sebenarnya ini hanyalah tentang aku sendirian. Bukan kamu, bukan juga tentang kita.
Ya, semuanya bisa jadi hanya aku yang merasakannya sehingga mengapa ini amat membingungkan.
Ya Allah, aku sedang tidak baik-baik saja. Hatiku sedang tidak baik-baik saja ya Allah. Padahal yang terlihat hanya secebis dari apa yang dinampakkan, namun hatiku tidak baik-baik saja.
Pada akhirnya aku faham, hanya Engkau yang tetap kekal dan tinggal. Jadi sekalipun pada akhirnya mereka pergi, aku mohon ganti mereka dengan sesuatu yang jauh lebih baik lagi. Dan aku mengimani takdir, bahawa setiap takdirMu adalah baik untukku tanpa terkecuali.
Siang itu akan selalu kuingat. Hari dimana aku duduk berdua denganmu. Merasakan hadirmu yang membuatku hangat. Terpegun aku akan indahnya ciptaan Tuhan yang duduk dihadapanku.
Tawamu tersipu menggeletek hatiku. Tatapan indah yang tak jemu ku temu. Berwarna coklat terang, seperti dedaunan yang jatuh di musim gugur. Perlahan mengisi relung yang telah lama sepi.
Jika saja aku bisa sejenak menghentikan waktu. Untuk dapat lebih masa bersama. Mendengar lembut tuturmu yang membuat jiwa tenang. Untuk sesaat merasakan damai dalam hidupku.
Dalam buai angan aku tenggelam. Kau hanyalah mentari yang hangatnya tak dapat aku genggam. Tuhan sudah gariskan dalam gelapnya malam. Dalam kidung merdu tanpa bait dan langgam.
"Aku menyayangimu".
Dua kata yang sering aku telan. Rasa yang sekuat tenaga aku tahan. Dua kata dalam doa yang terus aku aminkan. Maafkan aku yang tak cukup berani menentang takdir Tuhan.
Bila kelak kita sampai di kehidupan selanjutnya. Akan aku ulangi semua agar berjumpa. Meskipun ku tahu semua akan berakhir sama. Aku akan terus melakukannya. Hingga kelak kita akan bahagia bersama.
Jika nanti aku pergi, ketahuilah bahawa kamu pernah menjadi sosok yang ada dibalik setiap tulisan-tulisan yang pernah kutuliskan.
Mereka adalah pengingat bahawa dalam hidup yang singkat ini, aku pernah mencintaimu begitu sangat. Namun aku tidak akan bisa menang melawan keraguan dan ketakutan dalam diriku.