Home Tutorial Hunwick?Profix
Tulis Dari Hati, Baru Dapat Menyentuh Hati

Sunday, December 15, 2024

Langit


Rembulan terdiam diantara awan bercahaya, terseok-seok terhenti di siluet dedaunan.
Awan putih bergerumbul kelabu, titis-titis air jatuh bersama harapan.

Kita bagaikan sepasang pengantin yang duduk berdua menikmati syahdunya malam.

Mendekap erat jemariku yang hadir di antara jemarimu yang mungil, menari-nari di bawah hujan rintik tanpa takut kedinginan, kerana dirimu ialah muara peluk yang aku tuju.

Bersama hangatnya tubuh kita berdua yang menyatu di rebahanmu, di gelapmu, di setiap lekuk bumi yang tidak terlepas dari jamahanmu, tak sejengkal pun luput dari cumbumu, tak kurang jangkauan usapmu.

Untukmu yang membuatku berfikir, masih adakah di benakmu sedikit ruang kosong tempatmu sekadar menggelar ingatan kisah-kisah yang dulu pernah menjadi istimewa sebelum ada kata kecewa?

Apakah perasaanmu itu masih terlalu ke selatan. Hingga untuk mengutarakannya kau kesulitan? 
Atau mungkin terlalu ke timur, hingga tak mampu kau ibaratkan?

Subuh melabuh langit rendang menyusun awan dan mega. Hening menebar ketenangan jiwa, membias pada rasa yang menyetubuh di seluruh tubuh.

Titisan embun berjajar seperti kristal jernih, rapi memeluk tubuh daun-daun menambah keheningan di ruang imaginasi tempat anganku mengingatimu.

Aku tak ingin rasa ingin memiliki ini muncul kembali. Rasanya sudah cukup untuk kembali merasa kecewa dan sakit hati. Aku tak ingin lagi mati kerana sebuah harapan.




Tidak ada yang pernah benar-benar tahu, orang lain memandangku dengan begitu penuh dan sungguh pun tidak akan pernah tahu, bahawa dalam sudut kecil hatiku masih menyimpan secuit ingatan tentangmu, senyummu, tawamu, kerdipan matamu, semuanya tentang kamu.

Apabila orang lain pun mengerti, mungkin dia hanya akan menghakimi, bahawa memang nyatanya kau pun tak mampu aku miliki. Bahawa faktanya kau tak akan mampu aku genggam lagi.

Namun biarlah, biar kupendam semua ini sendirian sahaja. Meski kegelisahan dan kesenduan hatiku ini tidak terhingga, tak mengapa. Asal kau tetap abadi dalam semestaku selamanya.

Pagi itu, aku bercerita tentang banyak hal. Tentang kamu, tentang kita, dan tentang semua hal yang membuat aku harus bertemu lagi dengan luka. Pagi itu, entah dia mendengar percakapan itu atau tidak.

"Jika aku berbicara tentang luka yang aku punya, mungkin tidak seberapa. Tapi luka tetap luka, kan?"

Setelah mendengar, kamu cuma terdiam.
Aku hanya menunduk, "Aku baik-baik saja." lanjutku di antara keheningan.

Kadang, semakin bersuara dengan lantang, semakin tak terdengar pula di telinga.
Seperti hanyut disapu oleh sang bayu.
Yang tersisa hanya sayup-sayup suara tanpa tahu apa yang ingin disampaikan.



Dan dari setiap bekas luka yang tidak memudar, ku bawa kau bersamanya.
Walau sejauh manapun kamu pergi, birat dan parut ini adalah bukti luka-luka yang kau tinggalkan.
Meski memar dan relai hati ini tidak mampu terlihat oleh mata kasar.

Apakah dapat kau lihat dan meneka, dari tawanya yang semerekah itu, sedahsyat apakah sebuah kejadian yang telah memporak-perandakannya?

Nyatanya dihadapanmu aku sebisu batu, diam tak bisa lantang berbicara. Tentang rindu. Tentang sayang. Ada apa denganku? Begitu trauma lalu hilang kepercayaan atau engkau yang sialan?

Malam kembali terdiam, langit semakin kelam, gembintang meringkuk di peraduan.
Kunang-kunang beterbangan lalu hinggap di ranting-ranting kecil.
Kerlipnya menyerupai bintang jatuh menghampiri aku yang kelimpungan sendirian.

Aku menemukan diriku yang meranggas.
Bagaikan pepohonan yang merelakan dedaunannya gugur untuk menjemput musim dingin yang paling muram.

Rasanya memang sudah semestinya kita kembali menjadi asing, tapi ku harap kali ini, kita akan melakukanya dengan benar. Semoga selepas ini takdir tidak akan pernah mempertemukan kita selamanya.

Aku penat. Aku ingin kembali pada diriku yang dulu.
Sebelum hadirnya kamu.

Wednesday, November 6, 2024

Kuat

Telah kusinggahi kesedihan, lalu tenggelam dalam ruam sakit yang menghuni raga. 
Aku temukan sosok diriku yang sedang meringkuk, entah apa yang dipeluk.
Aku merasa sebuah raga remuk yang di hatinya terdapat luka tusuk.

Padahal matanya berpinar hanya kerana diberi harapan, namun hatinya dipenuhi memar, hanya kerana sekali lagi memilih untuk percaya dan bertahan. Sungguh, lukanya melebar, sehingga kuat menjadi akar.

Ada yang mati, bukan jiwa tapi rasa. 
Ada yang ingin menyerah, bukan rasa tapi harapan.
Ada yang terlalu tinggi, bukan impian tapi ego.
Ada yang terasa dingin, bukan cuaca tapi sikap. 
Ada yang buta, bukan mata tapi hatinya. 

Bagaimana jika selama ini kita tersalah jalan? Bagaimana jika selama ini kita terlalu jauh melangkah tapi tidak pernah sampai ke tujuan? Bagaimana rasanya kita terbang bagai burung tapi tidak ada tempat untuk singgah? Selama ini yang kita dapat hanya rasa lelah, kecewa, sakit dan gelisah? 
Ya, mungkin kerana kita lupa arah dan tujuan kita yang sebenarnya. 

Mungkin selama ini bukan cinta Allah yang kita cari tapi cinta manusia. Bukan penilaian dari Allah yang ingin kita raih tapi kita sibuk mencari penilaian manusia terhadap kita. Bukan redanya Allah yang kita harapkan tapi redanya manusia. Akhirnya yang kita hasilkan cuma perkara yang semakin membuat kita lemah, hilang rasa syukur dan cukup.

Kita terlalu sibuk mencari validasi-validasi dari manusia yang membuat kita jauh hilang arah. 



Untuk diriku jangan jauh-jauh ya dari Allah, satu-satunya yang tidak akan pernah meninggalkanmu walaupun kamu salah jalan, banyak dosa, banyak khilaf dan tersesat. Allah tidak pernah sedetik pun meninggalkanmu. Jangan jauh-jauh dari-Nya ya.

"... serta ingatlah akan Allah banyak-banyak (dalam segala keadaan), supaya kamu 
berjaya (di dunia dan di akhirat)."
- Al-Jumu'ah : 10 -

Selama ini aku sering tersenyum. Berpura-pura baik-baik saja. Tapi ternyata aku semakin lelah dengan dunia dan segala drama dalam isinya. Aku sering menipu diri sendiri, katanya kuat menjalani tapi setengah mati berdiri di kaki sendiri. 

Sudah dewasa ini, apalagi yang dinanti? Boleh jadi akhir hidup yang mendului menemui. 
Tapi apakah aku selama ini hanya mencari validasi? Apakah benar ini yang aku cari? 
Bagaimana aku boleh menjadi diri sendiri jika selama ini aku cuma menipu diri?

Titik tertinggi bagi seorang lelaki dalam mencintai adalah saat dia memilih untuk mengundurkan diri dalam diam, menyerah tanpa banyak soalan.

Saat dia menyedari bahawa ada atau tanpa dirinya adalah sama sahaja.
Saat rasa cintanya telah dikalahkan oleh rasa lelahnya dalam berjuang.
Saat rasa kecewa yang terus menerus datang kerana kehadirannya tidak pernah dihargai.

Dan dia pergi bukan kerana dia ingin, tapi kerana dia sedar bahawa tidak ada lagi alasan untuk bertahan.

Sekarang aku sudah tidak peduli, bagaimana orang ingin menilai baik atau buruk hidupku ini. Yang pasti aku ingin menjalani hidup dengan damai dan tenang. 
Aku tidak ingin lagi menipu diri sendiri, kalau lelah aku bilang lelah, kalau sakit bilang sakit, kalau tidak suka, marah, kalau kecewa, kalau suka, aku akan bilang pada diri. Kamu jangan menipu diri lagi ya, kalau mau menangis ya menangis saja, tapi jangan lupa kembali bangkit ya.

Bahkan aku sudah tidak tahu lagi mengenai perasaan ini karena terbiasa tak berjumpa denganmu. Mungkin, sudah saatnya aku terlihat biasa-biasa; tanpa merasa apa pun terhadapmu.

Allah tahu lelahmu, dia tahu kata-kata kasar yang mematahkan hatimu sedang kamu tidak menceritakannya kepada siapapun. Allah tahu kesedihanmu, ketika kamu melepaskan orang-orang yang kamu inginkan terus bersamamu. Allah tahu dukungan-dukungan yang hilang dari orang-orang yang kau pikir mereka sumber kekuatanmu.

Allah tahu tentang semua mimpimu yang tiba-tiba hancur tanpa alasan. Dia tahu tentang hal-hal yang memeras habis segala tenaga dan fikiranmu ketika segalanya berakhir dengan menyedihkan, tidak seperti yang kamu harapkan. Allah tahu usahamu yang terus-menerus bersikap baik kepada sesama manusia tanpa balasan balik.

Allah tahu ketabahan dan kebetahanmu di hadapan mereka, sementara hatimu diam-diam hancur di dalam. Dia tahu kekecewaanmu kepada mereka yang tidak pandai menghargai. Allah tahu usaha dan pencapaianmu yang tidak hebat di mata orang lain. Allah tahu betapa banyak situasi menghentam dan mengalahkanmu.

Dia tahu betapa sulitnya kamu berpura-pura baik-baik saja.




Setiap hari aku selalu berusaha untuk menjadi sosok yang tenang dan tidak banyak bersuara, namun tetap sahaja isi hati dan fikiran ini penuh dan berantakan.

Ada kalanya aku ingin menghindari sebentar dari segala jua situasi, namun tentu saja tidak mungkin dan pada akhirnya akan tetap aku jalani semua ini lagi dan lagi.

Entah sudah berapa kali rasanya aku ingin menyerah, namun bisikan dalam hati menyuruhku untuk cuba bertahan sekali lagi saja.

Masih lagi aku mencari sisa-sisa semangat, untuk menopang hati yang dihempas badai, menunggu rebah.

Terkadang aku juga masih bertarung dengan rasa takut, yang mungkin bagi sebahagian orang itu biasa-biasa saja.  Namun bagiku itu adalah masalah besar. 

Sesekali aku ingin tertidur tanpa perlu memikirkan apapun, aku ingin merasakan damai dan tenang walaupun hanya sesaat.

Namun untuk saat ini sepertinya semesta masih belum merestui aku untuk beristirehat. 

Maka aku akan tetap berusaha untuk kuat, kuat dan kembali kuat.

Sunday, August 11, 2024

Tikam

Yang dulu sangat kita rindukan hampir disetiap detik, kini menjadi sesuatu yang sangat ingin kita lupakan disetiap detik.


Aku mencintainya terlalu dalam, hingga lupa caranya untuk melupakan.
Dia bukanlah siapa-siapa, hanya seorang teman yang singgah sebagai pelarian.

Barangkali perpisahan memang seluka itu.

Berdarah. Meski tidak merah.
Nyeri, meski hanya mimpi.

Sudahlah.

Dulu, kita begitu yakin bahawa jarak adalah sesuatu yang dapat kita dekatkan dengan cinta yang utuh.
Bahawa mencintaimu itu adalah suatu perjalanan yang tanpa lelah, dan ke sanalah aku menentukan langkah-langkah kaki.
Tetapi, aku salah. Ternyata hanya aku seorang diri yang terus berjuang melipat jarak agak semakin mendekat, sedang kau hanya membeku. Seakan jarak kini menjadi baris-baris batas yang menjadi penghalang.

Perbezaan itu telah mencipta jurang dan menambah lipatan jarak yang terbentang di hadapan kita.
Seakan kini tanganku begitu enggan merengkuhmu.
Seakan segala bahagia yang kita susun bersama perlahan memudar.

Aku terduduk di tepian pantai menunggu senja tiba, berharap kamu masih ada di sampingku menemani.
Nyatanya, kini hanya aku seorang mendengar bisikan ombak yang menelan segala sepi.

Andaikan segalanya sudah berakhir.
Namun aku masih tidak tahu menahu bagaimana caranya untuk pergi.
Sedangkan kau selalu menemukan cara untuk memastikan perpisahan.
Kita berdiri di persimpangan jalan tanpa mengucapkan satu kata pun.
Kamu melangkah menuju pelukan jarak, dan aku mematung seorang diri berharap ini hanya sebuah ilusi.

   


Ada yang terasa lelah, bukan badan tapi pikiran.
Ada yang terasa lelah, bukan raga tapi jiwa.

Selamat malam. Untukmu yang lelah mengejar dunia.
Bertatih agar tetap dapat melangkah. Tetapi dunia ini lagi-lagi membuatmu payah.
Ceritanya berubah-ubah. Penuh dengan kejutan yang tak dapat kau duga.
Bahkan rencana yang telah kau rancang dengan matang, tak jarang berselerak di tengah jalan.

Kau ingin berteriak bukan?
Ingin memaki hidup yang tidak kau ingini.
Tak mengapa. Kau marah. Kau kesal. Kau kecewa.
Tak mengapa.

Entah kenapa aku rasa seperti dibebani dengan derita yang dulu. Perasaan yang telah lama terhapus.
Yang dulu kau tidak peduli. Dan sekarang kenapa kau tagih? Aku tidak berminat.

Aku tidak berminat dengan permainan kau. Sekejap mahu, sekejap tidak.
Dan semakin hari kau pertikaikan, kenapa aku berubah hati.
Sedang jawapan itu kita berdua yang melaluinya bersama.

Kau sibuk dengan hal kau, aku sibuk dengan hal aku.
Sampai satu tahap, aku tidak berminat untuk mesej kau.
Kau tanya aku kenapa? Aku letih. Kerana setiap kali kita bermesej, setiap kali itu juga aku rasa kita berdua seperti menyorok rasa ketidakpuasan hati antara satu sama lain.

Jujur itu apa? Bila kita berdua sudah tidak lagi menyimpan rahsia antara satu sama lain. Tapi kita masih menyembunyikannya demi menjaga hati masing-masing.
Tapi sedarkah kita, semakin lama semakin teruk. Ketidakpuasan hati yang semakin membesar sehingga akhirnya mencetuskan pergaduhan.

Dan kau tanya aku kenapa aku tawar hati? Sebab setelah banyak kali aku mencuba, kau tetap tidak mempedulikannya. Kau tetap acuh tak acuh. Dan kau harap aku fikir engkau serius?
Tidak. Aku tidak ada masa untuk benda yang remeh temeh. 



"Dia menusukkan pisau kepadamu, tapi kamu yang meminta maaf kerena darahmu mengenai kakinya. Terkesan tidak adil. Tapi inilah hidup."

- Terasahampa_ -

Aku silap untuk kesekian kalinya. Jika aku fikir bahawa sahabat baik akan terus jadi baik bilamana kita menyayanginya lebih dari itu, ia adalah mustahil. 

Kerana adakalanya manusia berubah. Sama macam aku.

Lekaslah pergi, lekasnya enyah. Jangan datang lagi ya.
Aku sudah teramat membaik dan menyedari bahawa hadirmu telah banyak kali melukaiku.

Cukup. Jangan datang lagi. Aku sudah cukup terbeban dengan rasa ini.
Rasa bersalah dengan perbuatan aku. Walaupun aku sendiri tidak pasti dengan salah aku.

Pergilah. Pergilah kasih. Kejarlah selingkuhanmu.

Aku masih lagi seperti dulu. Bersuara tentang apa pun. Berkongsi tentang apa pun.
Tapi apa yang berlaku sekarang? Tentang aku?
Aku tak perlu kata maaf darimu. Aku cuma perlu kamu.

Aku disini yang memanggil kamu beberapa kali.
Aku disini yang meminta tolong kamu beberapa kali.
Aku yang sedang tenggelam dalam darah sendiri. Yang meronta menghulur tangan.

Sedang kau? Menari-nari dan menghunus pisau, menghantar tikaman demi tikaman.

Kau tidak hanya merobeknya, malah kau mengilingnya hingga menjadi debu, dimana bahkan angin pun mampu menghembusnya lalu hilang entah kemana.

Meski lukanya terlihat memudar, tapi ketahuilah bahawa luka itu takkan pernah hilang.

Aku akan berkelana jauh sehingga aku tidak akan dapat kau temui.

Lekaslah sembuh, duhai rapuh.

Hati manusia hanya tuhan yang menggenggamnya, tidak ada yang boleh mengubahnya kecuali dia.

Meski kita sudah bermati-matian berusaha meluluhkan hati seseorang namun jika dia tidak berkehendak maka tidak akan boleh luluh.

Satu-satunya jalan, mari merayu. Merayu, meminta pada sang pemilik hati.



Kali ini aku kembali mengalah dengan jarak. Membuat jarak yang membelah benua memisahkan.

Melihat jauh ke dalam diri ini, ternyata ada tersembunyi kesedihan yang tak pernah reda.
Diri ini bertarung kalah dan mati berkali-kali seorang diri.

Aku sedayanya mengusahakan diri agar terlihat baik-baik saja dihadapanmu, dihadapan orang-orang, dihadapan keluargaku.

Aku tak mampu duhai tuhan, tapi engkau lebih dari mampu. Maka tunjukkanlah aku jalan. Bawa pergi segala resah gelisah, tuntun aku sehingga segalanya reda.

"Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan manusia tertawa dan menangis." - An-Najm: 43

Tuhan memberikan rasa sakit ini, bukanlah untuk membuat aku mati, tapi untuk aku mampu bertahan hidup. Bukan untuk menyulitkan aku, tapi untuk meyelamatkan aku.

Ya, tuhan yang menjaga kita dari setiap satu kehilangan.

Aku sudah boleh tutup bukunya kan?

Tuesday, July 16, 2024

Awangan

"sometimes aku rasa aku minta relationship ni terlalu awal, sedangkan aku tak ready pun" 

Aku cuma mengangkat kening. Serasa seperti diperlakukan seperti sampah.

Setelah apa yang telah aku perjuangkan selama ini. Setelah apa yang telah aku angankan.

Tak lama lepas dengar ungkapan itu, aku melihat dia sudah bersama insan yang baru.

Ya, banyak kali aku ulang.

Masalah ini, antara kita dengan masalah itu. Bukannya aku dengan kau.

Kita gaduh, kita perbaiki, kita setia selamanya.

Namun impian itu sekadar impian. Angan-angan juga terbang ditiup angin.

Mana mungkin aku mampu menandingi si dia yang usianya lebih satu dekad dariku. Sudah pasti dia punyai lebih banyak pengalaman. Sudah pasti apa yang dia buat terasa seperti sang juara. Sedang aku masih bertatih untuk menyayangi sang pujaan hati.



Katakan kamu tidak mencintaiku, lalu aku akan pergi selamanya. 
Tetapi, kata demi kata tak jua menderas dari bibirmu.
Kau tetap membiarkanku tenggelam dalam kesunyian.
Keterdiamanmu menjadi titik di mana aku mulai mempersoalkan segala.
Atas keraguan yang mulai berdetak di dalam dada.

Ah, tak mengapa. 

Yang penting, dia adalah insan pertama yang istimewa buat aku. 

Dia lah wanita pertamaku, meski aku ragu adakah aku lelaki pertamanya.

Walau sudah kugadai semuanya, tak dapat juga aku pertahankan. 

Sayang sekali dia tidak dapat jadi yang pertama dan terakhir. 

Tak akan aku lupa bisikan halus yang kau ungkapkan di telingaku.
Takkan ku lupa hembusan nafas mu yang menyentuh leherku.
Takkan ku lupa hirisan halus jari jemarimu yang menyentuh kulitku.
Takkan ku lupa elus lembut rambutmu.

Akan ku kenang segala yang pernah kita lakukan bersama. 

Meski hanya kita berdua yang mengerti. Meski hanya kita berdua yang mengetahui.
Namun semuanya tidak akan ku bawa ke masa hadapan. Cukup cerita itu sekadar sampai situ.

Cukup.

Akhirnya waktu itu datang juga. Waktu di mana aku harus perlahan-lahan menghapus harapan untuk tidak bersama lagi dengan orang yang selama ini selalu ada.

Selamat menjadi orang asing.



"Dia memperlakukan aku lebih baik darimu. Tangannya juga masih belum dapat aku pegang hingga kini."

Itu ucapanmu ketika kali terakhir kita keluar.

Tidak mengapa, pergilah jika itu kebahagiaanmu, tapi tolong berhenti membandingkan diriku dengan dirinya.

Perbezaannya cukup terlihat untukku dan mungkin dirimu akan menyadarinya nanti. 

Aku bertemu dengan dirimu ketika dirimu sedang di fasa hancur, di fasa mana engkau bahkan tidak merawat dirimu dengan baik, fasa dimana engkau kehilangan banyak hal, dan aku menemanimu hingga akhir. Sedang aku juga di fasa yang tidak membaik.

Dan dia menemukanmu di saat kau berada di fasa membaik. Dan dengan mudahnya dirimu berkata "mari bertemu ketika kita di kondisi terbaik kita."

Aku ingin kau bahagia, aku ingin kau menemukan seseorang, seseorang yang memberikan semua hal yang tak pernah bisa aku berikan kepada engkau, aku ingin kau menemukan tujuan hidupmu kedepannya.

Biarkan aku, mati dalam kepura-puraanku, terbunuh dan tertebas dengan semua hal dipikiran dan hatiku. 

Jika tak bisa tumbuh, bukankah ini waktunya perasaan ini dibunuh?

Sial, aku hanya seorang pejuang. 

Aku lupa, ketika perang selesai pejuang hanya untuk dikenang.

Sunday, April 7, 2024

Sembunyi

 


Orang-orang disekelilingku mulai ramai yang menanyakan nama. Entah tersebar khabar yang seperti apa. Sampai aku dibuat hairan. Kenapa sampai sejauh itu mereka ingin mengetahui. Padahal tidak ada apapun tentang perkara itu yang pernah aku ceritakan dengan mereka.

Di tempat lain, juga ada beberapa yang mulai bertanya tentang "siapa". 
Dari yang sekadar berbisik, sampai yang bertanya terang-terangan. Meski pada akhirnya mereka semua memasang wajah kecewa. Kerana semua selalu aku jawab sama, "Belum ada".

Di laman sosial media dan beberapa group whatsaap, ternyata tidak banyak yang berbeza.
Aku hanya menanggapi semuanya sama seperti sebelum-sebelumnya.
Aku menyendiri sejenak, sedikit memikirkan kenapa sekelilingku boleh menjadi sebegitu riuh.

Sejauh yang aku ingat, tidak pernah aku menyebutkan namamu di sebarangan tempat. Sekalipun itu hanya dalam bualan ringan. Juga hampir tidak pernah ada nama, dan munculnya komenmu dari sekian banyak perkara yang aku pernah tuliskan. Meski aku tidak menampik, beberapa hal yang aku tuliskan memang masih tentang bagaimana aku melihatmu. Tapi sudah aku tata sedemikian rupa agar tidak ada yang mampu meneka. Bahkan teman-teman terdekatku sekalipun.



Aku rasa lebih baik seperti ini.

Kamu aman tersembunyi tanpa perlu ada seorang pun yang tahu, tanpa perlu aku panjang lebar mengarang cerita, tanpa perlu aku menjelaskan sekian puluh kali dari mana kisah kita dimulai. Sengaja namamu aku sembunyikan dalam-dalam, kerana aku mengerti kalau kamu akan merasa sangat tidak selesa jika nanti kamu menjadi bahan pembicaraan ramai orang.

Lebih baik seperti ini, tidak ada yang perlu tahu siapa namamu, panggilanmu, pendidikanmu, kegiatanmu dan hal-hal lain yang mungkin akan membuatmu tidak selesa jika tiba-tiba ramai orang lain datang dalam keseharianmu hanya untuk mencari tahu. Setidaknya untuk saat ini, sampai beberapa titik yang sudah ada dalam rencana. Sehingga kamu tidak perlu khawatir kalau tersembunyinya dirimu ini akan selamanya.

Alam semesta adalah tentang khabar. Khabar tentang datang dan pergi, suka dan duka, gembira dan peringatan. Tentang pergi adalah pulang. Semoga kelak ketika Allah memanggil kita pulang, kita pulang dalam keadaan terbaik, diwaktu terbaik, sebagaimana Allah memanggil orang-orang terbaikNya.

Semoga kelak aku dipertemukan dengan seseorang yang sama-sama lelah mencari, sama-sama ingin menetap, sama-sama mahu berjuang, sama-sama mahu bertahan pada satu pilihan dan sama-sama takut kehilangan.

Aku tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyakinkanmu mengenai perasaanku ini. Namun aku bisa saja memperjuangkannya jika kau bersedia membuka hatimu, menguatkanku, dan menemani aku melangkah.



Malam terasa sunyi. Untuk kita yang tidak punya tempat cerita.
Pada akhirnya, aku lebih memilih untuk diam dan tidak menceritakan kepada siapa-siapa.

Rasanya pasti tidak menyenangkan, kan?

Memendam semua perasaan itu seorang diri. Aku pernah mempunyai seorang teman. Katanya aku boleh menceritakan segala yang aku ingin ceritakan. Namun setelah aku ceritakan apa yang aku hadapi, aku luahkan apa yang aku lewati, mengadu keluh dan kesahku, segalanya berubah. Dia pergi meninggalkan aku. 

Sejak dari saat itu, aku sedar bahawa manusia itu makhluk yang lemah. Lalu aku memutuskan untuk tidak lagi mencari telinga dari manusia. Manusia itu boleh berubah menjadi bosan. Bosan mendengar ceritaku. Bosan mendengar keluh kesahku. Tapi Tuhan itu tidak begitu.

Bukan bererti tuhan tidak sayang. Sebab sayang lah kau mengalami perkara ini lagi. Tuhan itu mahu kau lebih mendekat padaNya lagi.

Barangkali seperti itu lah cara Tuhan mencintai hambaNya. Seperti itu lah cara Tuhan melatih hambaNya agar menjadi manusia yang tegap dan kukuh. tetaplah berbaik sangka kepadaNya. Kerna walau apa pun yang terjadi, pasti ada hikmah yang tersembunyi.

Tidak sampai disini sahaja. Setelah ini, kau akan diuji oleh tulisanmu sendiri.
Maka dari itu, persiapkan diri. 

Wahai aku.

Labels

Perasaanku (19) Sayang (13) Ujian (12) Semangat (6) Ukhuwah (5) Cerpen (1) Suka (1) Yasmin J Hunwick (1)