Di akhir malam, kenangan yang tersusun kemas dalam kepala masih terlintas dalam ingatan yang datang tanpa diinginkan. Membuka kembali sayatan luka yang seharusnya perlahan-lahan kering. Rindu yang seperti hantu datang menganggu. Tanpa mampu berbuat apa-apa, tanpa tahu harus berbuat apa, terkadang hanya mampu menunggu sampai perasaan itu hilang dengan sendirinya. Melepaskan ternyata bukanlah perihal yang dilakukan hanya sekali, tetapi ribuan kali untuk tiap rindu yang datang menghampiri.
Entah apa yang difikir, entah apa yang dirancang. Semuanya sudah dihitung dengan sempurna.
Strategi yang sangat ampuh, dengan berbelas helai lampiran strategi sokongan andai ada kegagalan.
Perempuan itu katanya makhluk paling lemah.
Tapi percaya atau tidak, perempuan itu mampu menjadi pemangsa yang paling buas dalam menghancurkan hidup seseorang. Dia boleh menjalin hubungan dengan ramai lelaki sedangkan dia sudah berstatus kekasih. Katanya cuma sekadar kawan, cuma sebatas teman. Dia mampu menjadi pelakon terhebat untuk menipu kepercayaan. Dia paling handal menjadi protagonis, air matanya sering kali menjadi senjata yang melumpuhkan, moga tidak tertipu dan terpedaya.
Perempuan memang sejahat itu.
Kau yang mengajar aku tentang cinta, kau juga yang mengajar aku tentang luka. Kau yang terbaik, kau juga yang paling buruk.
Sedang mengenalimu itu adalah patah hati yang tersengaja, kepergianmu pula adalah jatuh hati yang benar-benar terperosok di lembah nestapa.
Tatkala sumbu milikku tidak lagi menerka-nerkamu, itu bererti kau tak cukup untuk menjadi nyala api bagiku. Tatkala rayu aksara milikku tak lagi menuliskanmu, itu bermakna kau telah jauh berpaling dariku.
Di tahun itu aku baru tahu ternyata ada orang sejahat itu. Orang yang berusaha menghancurkan hidup aku, meninggalkan aku sendirian di saat dia merasa sudah berjaya menghancurkan aku. Lalu tertawa puas setelahnya kerana merasa usahanya untuk menghancurkan hidup aku telah berjaya.
Di antara bingitnya dunia, aku menemukanmu dalam keheningan.
Cinta yang tak memekak, cinta yang tak terucap, hanya ada dalam bungkam yang panjang.
Tak perlu janji megah, tak perlu kata-kata yang berlarian di udara.
Kerana aku tahu dalam sunyi kita akan lebih mengerti.
Keheningan ini bukan kehampaan, melainkan ruang tempat rasa berbicara tanpa suara.
Ada tatapan yang tak meminta, ada genggaman yang tak menuntut.
Hanya ada keberadaan yang saling menerima.
Sedarkah rupanya kau membuang banyak waktu?
Lalu mengorbankan seseorang yang merelakan jiwa raganya hanya untukmu?
Perihal rasa, aku fikir akan membuat raga dan hati ini selalu menunggumu. Namun rupanya tidak.
Setelah rapuh dan patah itu, aku pun bersaksi, tiada bangkit, kecuali aku membiarkan engkau pergi, selamanya.
Upaya dia untuk menghancurkan aku memang hanya berdampak sedikit untuk hidup aku. Tapi orang jahat ini sudah tidak akan aku anggap ada lagi di dunia ini. Apa yang dia lakukan tidak akan pernah dapat aku maafkan seumur hidupku. Aku tidak akan membalas dan aku tak mampu untuk membalas, maka biarlah tuhan sahaja yang membalasnya.
Tentang cinta, kau tau aku pernah secinta itu.
Tentang rindu, kau tau aku pernah serindu itu.
Tentang tulus, kau tau aku pernah setulus itu.
Kau hanya tak tau tentang luka, tentang cinta yang kau khianati, atas rindu yang kau abaikan dan tulus yang kau manfaatkan.Ada luka yang dirawat oleh keyakinan, ada rindu yang merangkak menuju sabar dan ada hati yang belajar mencintai waktu.
Tak perlu tergesa, sebab apa yang datang dengan lambat, seringkali adalah yang terindah yang telah ditakar dengan sempurna oleh-Nya.
Maka biarlah penantian ini menjadi indah. Seperti senja yang tak pernah gagal menghampiri malam.
Tentang luka yang menjadi pelajaran berharga, kerana kesabaran atas semua prosesnya.
Nyatanya semua ini memang tidak mudah, tapi yakinlah bahawa semua ini akan selesai.
Yakinlah kamu akan mencapai kemenangan dan untuk menemui kemenangan itu kamu harus terus berjuang.
Menerima semua rejaman tajam yang datang.
Jika sudah waktunya, hujan pun akan turun. Jika sudah masanya, bunga pun akan mekar dan mewangi.
Begitulah takdir Tuhan, doa-doa kita di masa lampau akhirnya dikabulkan jika sudah waktunya.
Bukankah ada banyak hal yang diberikan sebelum kita bersedia menerimanya, hingga akhirnya berantakan dan hanya menjadi pelajaran.
Sengaja dikabulkan dengan cepat hanya untuk pelajaran.
Sabar, jangan terburu-buru menagih doa, ya.
Kita pasti pernah menemui "mendung" dalam kehidupan. Hari-hari dimana semuanya terasa tidak menyenangkan, berat, bahkan tak jarang matamu menimpa hujan deras.
Ketika mendung itu datang, yang kita perlukan hanya sebuah tempat teduh untuk berlindung. Sekadar berdiri atau jika beruntung dapat duduk sejenak. Mendung itu petanda hujan akan tiba, maka tak salah jika menunggu atau terlanjur basah kerananya. Sesaat itu, melamun adalah hal yang paling elok untuk dilakukan. Sambil menyaksikan satu persatu rintiknya jatuh, hembusan angin yang menghembus tubuh dan aroma tanah yang perlahan menusuk hidung.
Tak ada jalan yang sepenuhnya terang, tapi kau bisa menjadi cahaya.
Tak ada hati yang tak pernah terluka, tapi kau bisa belajar sembuh.
Jika waktu boleh diputar, ingin aku menghindar dari awal. Aku akan berjalan lebih cepat saat kita kali pertama bertemu.
Kau hanya persinggahan yang tak seharusnya aku lewati. Kau adalah nama yang tak perlu aku ingat. Pelajaran yang seharusnya tak perlu ada.
Aku hanya ingin memastikan satu perkara. Jika kita bertemu lagi di jalan yang lain, aku akan berlalu seperti angin.
Tak melihat, tak mengenal, tak peduli.