Home Tutorial Hunwick?Profix
Tulis Dari Hati, Baru Dapat Menyentuh Hati

Sunday, February 9, 2025

Cepat



Kukira namanya sudah lari dari sudut-sudut hati, nyatanya dia masih menetap di sini.
Kukira segala tentangnya yang terkenang akan perlahan menghilang, nyatanya bayangnya masih jelas di sanubari.
Kukira semuanya sudah selesai, nyatanya masih ada hal yang belum usai.

Tidak kah terlalu cepat bila kini kau sudah melupakanku, dan menggantikan aku dengan seseorang yang baru?

Bukankah terlalu pantas, sedang minggu lalu baru saja tubuh kita bersatu namun kini kau terus berlalu.

Apakah tidak terlalu terburu-buru, mengingatkan baru sahaja kelmarin pertengkaran itu terjadi, tanpa mengatakan apapun, tanpa mengakhiri terlebih dahulu hubunganmu denganku.

Kini kamu sudah memiliki seorang kekasih baru?

Aku tahu, mungkin aku tidak sempurna dalam mencintaimu, kasih sayang, perhatian dan kesetiaan yang aku berikan, rasanya belum cukup untuk meyakinkan dirimu bahwa kau lah pemilik hatiku.
Bahawa hanya padamulah aku pasrahkan seutuhnya cintaku.

Disaat kita berdebat, aku tidak pernah berharap untuk menang darimu, aku hanya ingin menjelaskan apa yang selama ini aku rasakan, apa yang membuat aku sakit, dan memberitahu bahawa apa yang kau lakukan itu menyakitiku. Tetapi kenapa sukar sekali rasanya untuk membuatmu mengerti dan memahami.

Sebenarnya dari awal aku sudah mengira semua ini akan terjadi, tapi sungguh aku tidak menyangka semua akan terjadi secepat ini.

Sikapmu yang mulai berubah, percakapan kita yang terasa semakin singkat, dan ketidakbetahanmu untuk berlama-lama denganku lah yang membuatku sedar.

Kini bukan lah aku yang menjadi tempatmu untuk pulang.

Ada seseorang di luar sana yang tengah menjadi orang penting baru mu.

Seseorang yang mungkin peluknya lebih hangat dari pelukanku.
Seseorang yang mungkin genggaman tangannya lebih erat dari tanganku.
Seseorang yang cintanya lebih besar dari cintaku.
Seseorang yang mungkin lebih bisa membuatmu bahagia ketimbang aku.



Ingatkah kamu, dulu saat kamu mendekatiku, kau kata bahawa aku lah seseorang yang kamu cari selama ini. Kau kata akulah orang terlama yang kau cintai berbanding orang sebelumku. 

Seseorang yang paling layak untuk kau dampingi, dan waktu itu pun kamu berjanji bahwa aku akan menjadi cinta terakhirmu.

Yang tidak akan pernah kamu tinggalkan bahkan di dalam keadaan terburuk ku.

Kini janji tinggallah janji, seperti sedang amnesia kau dengan mudah melupakan segalanya.

Tapi tak apa, aku pun tak akan memaksamu untuk melanjutkan hubungan yang memang sudah sangat ingin kau akhiri.

Aku ingin selalu melihatmu senang walaupun itu hanya dari kejauhan.
Aku selalu mengharap agar kamu sentiasa dalam keadaan sihat.
Aku juga tahu kamu sudah hilang dari pelukanku.
Aku tahu kamu sudah luruh dari genggamanku.

Kamu mampu dengan cepat melupa. Sedang aku disini bermati-matian berusaha untuk menerima.
Mengapa sesulit itu rasanya?

Aku berusaha untuk menyibukkan diri, berusaha untuk melakukan pelbagai perkerjaan supaya bayangmu tidak muncul lagi.

Memang untuk sejenak aku akan lupa tentang sosokmu. Namun saat sendiri, bayangmu kembali menghampiri.

Ketika kehilanganmu itu aku merasa tuhan itu benar-benar tidak adil. Tapi ternyata aku salah membaca tandanya. Ku sangka, kehilangan kamu itu merobek hati dan merampas kebahagiaanku. Nyatanya tuhan menganti sumber kebahagian itu dengan orang-orang sekelilingku yang selama ini aku abaikan perasaan mereka.


Diam itu jawapan juga. Saat dia memilih untuk diam tak berbicara, mungkin saatnya aku belajar untuk berhenti menunggu. Terkadang, melepaskan lebih baik dari menanti. Aku tak perlu penjelasan yang tak akan kunjung tiba.

Pada akhirnya tetap aku yang akan di salahkan. Tidak akan pernah ada satu orang pun yang mengerti tentang apa yang aku rasakan saat ini. Tidak kamu, tidak juga dengan orang-orang terdekatmu.

Sekali saja, cuba kamu rasakan bagaimana menjadi diriku, bagaimana rasanya berada di tempatku. Mungkin kamu akan mengerti rasa sakit dan kecewa seperti apa yang harus aku tahan setiap hari.

Jika ada satu nama yang tetap tersimpan di hati, percayalah itu bukan lagi namamu.
Bukan aku yang menggantikannya, tetapi kamu sendirilah yang memadamkannya.

Aku akan mencuba mengikhlasi dengan apa yang terjadi, dan semoga kamu tak menyesal dengan keputusan yang telah kau pilih.

Dan ku mohon, bagaimanapun akhirnya nanti, ku harap kamu tak akan pernah mencuba untuk kembali.

Kerana di saat kau sudah memilih untuk meninggalkan aku dan memilih dia, seketika itu aku telah mengubah doa ku.

Semoga dia mematikan hatiku, semoga dia menutup seluruh jalanmu menujuku.
Dan semoga aku tak akan pernah bisa mencintaimu lagi, meskipun kamu jadi manusia terakhir di bumi ini.

Sunday, December 15, 2024

Langit


Rembulan terdiam diantara awan bercahaya, terseok-seok terhenti di siluet dedaunan.
Awan putih bergerumbul kelabu, titis-titis air jatuh bersama harapan.

Kita bagaikan sepasang pengantin yang duduk berdua menikmati syahdunya malam.

Mendekap erat jemariku yang hadir di antara jemarimu yang mungil, menari-nari di bawah hujan rintik tanpa takut kedinginan, kerana dirimu ialah muara peluk yang aku tuju.

Bersama hangatnya tubuh kita berdua yang menyatu di rebahanmu, di gelapmu, di setiap lekuk bumi yang tidak terlepas dari jamahanmu, tak sejengkal pun luput dari cumbumu, tak kurang jangkauan usapmu.

Untukmu yang membuatku berfikir, masih adakah di benakmu sedikit ruang kosong tempatmu sekadar menggelar ingatan kisah-kisah yang dulu pernah menjadi istimewa sebelum ada kata kecewa?

Apakah perasaanmu itu masih terlalu ke selatan. Hingga untuk mengutarakannya kau kesulitan? 
Atau mungkin terlalu ke timur, hingga tak mampu kau ibaratkan?

Subuh melabuh langit rendang menyusun awan dan mega. Hening menebar ketenangan jiwa, membias pada rasa yang menyetubuh di seluruh tubuh.

Titisan embun berjajar seperti kristal jernih, rapi memeluk tubuh daun-daun menambah keheningan di ruang imaginasi tempat anganku mengingatimu.

Aku tak ingin rasa ingin memiliki ini muncul kembali. Rasanya sudah cukup untuk kembali merasa kecewa dan sakit hati. Aku tak ingin lagi mati kerana sebuah harapan.




Tidak ada yang pernah benar-benar tahu, orang lain memandangku dengan begitu penuh dan sungguh pun tidak akan pernah tahu, bahawa dalam sudut kecil hatiku masih menyimpan secuit ingatan tentangmu, senyummu, tawamu, kerdipan matamu, semuanya tentang kamu.

Apabila orang lain pun mengerti, mungkin dia hanya akan menghakimi, bahawa memang nyatanya kau pun tak mampu aku miliki. Bahawa faktanya kau tak akan mampu aku genggam lagi.

Namun biarlah, biar kupendam semua ini sendirian sahaja. Meski kegelisahan dan kesenduan hatiku ini tidak terhingga, tak mengapa. Asal kau tetap abadi dalam semestaku selamanya.

Pagi itu, aku bercerita tentang banyak hal. Tentang kamu, tentang kita, dan tentang semua hal yang membuat aku harus bertemu lagi dengan luka. Pagi itu, entah dia mendengar percakapan itu atau tidak.

"Jika aku berbicara tentang luka yang aku punya, mungkin tidak seberapa. Tapi luka tetap luka, kan?"

Setelah mendengar, kamu cuma terdiam.
Aku hanya menunduk, "Aku baik-baik saja." lanjutku di antara keheningan.

Kadang, semakin bersuara dengan lantang, semakin tak terdengar pula di telinga.
Seperti hanyut disapu oleh sang bayu.
Yang tersisa hanya sayup-sayup suara tanpa tahu apa yang ingin disampaikan.



Dan dari setiap bekas luka yang tidak memudar, ku bawa kau bersamanya.
Walau sejauh manapun kamu pergi, birat dan parut ini adalah bukti luka-luka yang kau tinggalkan.
Meski memar dan relai hati ini tidak mampu terlihat oleh mata kasar.

Apakah dapat kau lihat dan meneka, dari tawanya yang semerekah itu, sedahsyat apakah sebuah kejadian yang telah memporak-perandakannya?

Nyatanya dihadapanmu aku sebisu batu, diam tak bisa lantang berbicara. Tentang rindu. Tentang sayang. Ada apa denganku? Begitu trauma lalu hilang kepercayaan atau engkau yang sialan?

Malam kembali terdiam, langit semakin kelam, gembintang meringkuk di peraduan.
Kunang-kunang beterbangan lalu hinggap di ranting-ranting kecil.
Kerlipnya menyerupai bintang jatuh menghampiri aku yang kelimpungan sendirian.

Aku menemukan diriku yang meranggas.
Bagaikan pepohonan yang merelakan dedaunannya gugur untuk menjemput musim dingin yang paling muram.

Rasanya memang sudah semestinya kita kembali menjadi asing, tapi ku harap kali ini, kita akan melakukanya dengan benar. Semoga selepas ini takdir tidak akan pernah mempertemukan kita selamanya.

Aku penat. Aku ingin kembali pada diriku yang dulu.
Sebelum hadirnya kamu.

Labels

Perasaanku (19) Sayang (14) Ujian (13) Semangat (7) Ukhuwah (5) Cerpen (1) Suka (1) Yasmin J Hunwick (1)